Legeanda Kisah rakyat Batu Menangis
Gambar Batu Menangis
Legeanda Kisah rakyat Batu Menangis
Disebuah bukit yang jauh dari desa, didaerah Kalimantan hiduplah seseorang janda miskin serta seseorang anak gadisnya.
Anak gadis janda itu begitu cantik jelita. Tetapi sayang, ia memiliki perilaku yang sangat jelek. Gadis itu sangat pemalas, tidak pernah menolong ibunya lakukan pekerjaan-pekerjaan tempat tinggal. Kerjanya cuma bersolek sehari-hari.
Terkecuali pemalas, anak gadis itu sikapnya manja sekali. Semua permintaannya mesti dituruti. Setiap saat ia memohon suatu hal pada ibunya mesti dikabulkan, tanpa ada memperdulikan kondisi ibunya yang miskin, sehari-hari mesti membanting tulang mencari sesuap nasi.
Disuatu hari anak gadis itu di ajak ibunya turun ke desa untuk belanja. Letak pasar desa itu sangat jauh, hingga mereka mesti jalan kaki yang cukup melelahkan. Anak gadis itu jalan melenggang dengan menggunakan baju yang bagus serta bersolek supaya orang dijalan yang memandangnya kelak bakal kagum pada kecantikannya. Sesaat ibunya jalan dibelakang sembari membawa keranjang dengan baju begitu dekil. Lantaran mereka hidup di tempat terpencil, tidak seseorangpun tahu kalau ke-2 wanita yang jalan itu yaitu ibu serta anak.
Saat mereka mulai masuk desa, beberapa orang desa memandangi mereka. Mereka demikian kagum lihat kecantikan anak gadis itu, terlebih beberapa pemuda desa yang tidak puas-puasnya melihat muka gadis itu. Tetapi saat lihat orang yang jalan dibelakang gadis itu, sungguh kontras kondisinya. Hal semacam itu bikin orang bertanya-tanya.
Diantara orang yang memandangnya itu, seseorang pemuda mendekati serta ajukan pertanyaan pada gadis itu, “Hai, gadis cantik. Apakah yang jalan dibelakang itu ibumu? ”
Tetapi, apa jawaban anak gadis itu?
“Bukan, ” tuturnya dengan angkuh. “Ia yaitu pembantuku! ”
Ke-2 ibu serta anak itu lalu melanjutkan perjalanan. Tidak seberapa jauh, mendekati lagi seseorang pemuda serta ajukan pertanyaan pada anak gadis itu.
“Hai, manis. Apakah yang jalan dibelakangmu itu ibumu? ”
“Bukan, bukanlah, ” jawab gadis itu dengan mendongakkan kepalanya. ” Ia yaitu budakk! ”
Demikianlah tiap-tiap gadis itu berjumpa dengan seorang disepanjang jalan yang bertanya tentang ibunya, senantiasa jawabannya itu. Ibunya diperlakukan sebagai pembantu atau budaknya.
Pada awalnya mendengar jawaban putrinya yang durhaka bila di tanya orang, si ibu masihlah bisa menahan diri. Tetapi sesudah berkali-kali didengarnya jawabannya sama serta yang sangat menyakitkan hati, pada akhirnya si ibu yang malang itu tidak bisa menahan diri. Si ibu berdoa.
“Ya Tuhan, hamba tidak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba demikian teganya memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Ya, tuhan hukumlah anak durhaka ini! Hukumlah dia…. ”
Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan badan gadis durhaka itu beralih jadi batu. Pergantian itu diawali dari kaki. Saat pergantian itu sudah meraih 1/2 tubuh, anak gadis itu menangis memohon ampun pada ibunya.
” Oh, Ibu.. ibu.. ampunilah saya, ampunilah kedurhakaan anakmu sampai kini. Ibu…Ibu…ampunilah anakmu.. ” Anak gadis itu selalu meratap serta menangis memohon pada ibunya. Walau demikian, semua sudah terlambat. Semua badan gadis itu pada akhirnya beralih jadi batu. Meskipun jadi batu, tetapi orang bisa lihat kalau ke-2 matanya masihlah menitikkan air mata, seperti tengah menangis. Oleh karenanya, batu yang datang dari gadis yang memperoleh kutukan ibunya itu dimaksud ” Batu Menangis “.
Sekianlah cerita berupa legenda ini, yang oleh orang-orang setempat diakui kalau cerita itu betul-betul pernah berlangsung. Siapa saja yang mendurhakai ibu kandung yang sudah melahirkan serta membesarkannya, tentu perbuatan laknatnya itu bakal memperoleh hukuman dari Tuhan Yang Maha Kuasa
Versi lain
Kelahiran Putri serta Wulan yang tidak sama 1/2 jam sudah mempunyai tandanya dari alam. Putri lahir ditengah cuaca yang mendadak beralih demikian jelek, sesaat adiknya nampak waktu cuaca lebih baik.
Sesudah keduanya mulai berkembang, barulah terlihat ketidaksamaan yang mencolok. Wulan berakhlak lembut, penyabar, serta pengasih sesaat si sulung Putri berwatak jelek nan mencemaskan.
Cemas dengan kondisi itu, Awang serta Sari memasukkan Putri ke satu pesantren dengan harapan anaknya dapat beralih. Sayang, tingkah laku Putri malah jadi makin jadi tanpa ada dapat dikendalikan yang memiliki serta pengasuh pesantren.
Puncaknya berlangsung waktu Awang berkunjung ke putri suluangnya, keteledoran Putri bikin gudang di mana ia umum bermalas-malasan terbakar. Putri sendiri selamat, tetapi sang bapak yang berjibaku menyelamatkan buah hatinya mesti alami cacat fisik permanen.
Takut akan dihukum akibat tindakannya, Putri melarikan diri dari pesantren serta jatuh ke piranti Julig, seseorang dukun yang menginginkan mencari tumbal kepala seseorang bocah.
Rupanya, tumbal itu akan dipakai untuk pembangunan satu resort di tepi pantai yang dikelola Darwin seseorang konglomerat. Mujur, nampak pasangan jin penghuni rimba pinggir pantai Ranggada serta Sugari yang menyelamatkan Putri sekalian membunuh Julig serta Darwin.
Waktu Awang serta Sari di buat bingung mencari keberadaannya sampai menggunakan banyak cost, Putri jadi hidup bersenang-senang di istana jin Ranggada serta Sugari dengan pekerjaan sebagai pendamping anak tunggal mereka Elok.
Sayangnya meskipun telah dimanjakan oleh ke-2 orang-tua angkatnya, tingkah laku jelek Putri yang sudah mendarah-daging tak dapat hilang. Pada akhirnya suami-istri jin Ranggada serta Sugari telah tak tahan lagi, mereka mengusir Putri keluar dari istana jin.
Sesudah pernah terlunta-lunta serta hampir diperkosa pemuda berandal, Putri dipertemukan dengan juga Awang serta Sari dan adiknya Wulan. Pertemuan itu berjalan mengharukan lantaran mereka sudah berpisah sepanjang kian lebih 10 th..
Lagi-lagi situasi tentram cuma berjalan sebentar, Putri kembali berfoya-foya lantaran telah punya kebiasaan bergelimang kemewahan tanpa ada peduli dengan orangtuanya yang telah terancam bangkrut.
Sikapnya pada keluarga juga begitu jelek. Terkecuali memperlakukan Wulan serta sang ibu seperti pembantu, Putri juga berbuat tidak etis sang bapak yang cacat. Bahkan juga, Awang yang berupaya membela Wulan jadi dicelakai Putri, yg tidak tunjukkan penyesalan sedikit juga, sampai menjumpai ajalnya.
Di dalam kekacauan hidup serta ekonomi keluarga yang makin morat-marit, apa yang harusnya berlangsung tak dapat dijauhi lagi. Sang ibu pada akhirnya kehilangan kesabaran lihat tingkah laku Putri. Yang lebih fatal, kemarahan kesempatan ini tambah lebih kronis dari pada suami-istri jin Ranggada serta Sugari.
Tanpa ada sadar sang ibu mengatakan sumpah atau kutuk. Mengakibatkan, Putri segera jadi satu patung batu yang selalu mengucurkan air bening dari sepasang mata batunya. Konon, air itu yaitu air mata dari penyesalan Putri yang sayangnya datang terlambat
0 komentar:
Posting Komentar