Menikmati Malam Pertama
Gambar Cerita Seks
Menikmati Malam Pertama
Saya hanya gadis umum, walau beberapa orang yang katakan bila saya cantik. Serta di umur 19 th. ini, saya telah menikah dengan seseorang lelaki bernama Ferdi. Bagaimana saya dapat menikah dengannya? Itu semuanya lantaran kakek Ferdi.
Orang tuaku meninggal waktu saya masihlah SMA. Mereka alami kecelakaan beruntun di jalan tol. Lantaran orangtua Ferdi telah jadi sahabat orang tuaku, jadi dengan suka hati mereka menganggapku sebagai anaknya juga. Mereka mengharapkan saya dapat jadi keluarga mereka dengan menikah dengan Ferdi. Namun itu tidaklah gampang.
Saya serta Ferdi tak pernah akrab mulai sejak pertama kalinya berjumpa. Sifatku yang dingin ini, membuatku menjaga
jarak dengannya. Bahkan juga saat saya ganti ke sekolah yang sama dengannya, tak ada yang tahu kalau kami tinggal dalam satu atap.
Sampai 1/2 bln. waktu lalu waktu saya telah hampir usai kuliah, kakek Ferdi sakit serta menginginkan lihat kami menikah. Saya tidak ingin, sudah pasti. Namun apa kau dapat menampik hasrat mereka-mereka yang telah mengasihanimu? Sudah pasti tak!
Akhirnya saya menikah dengan Ferdi serta kemudian kesehatan kakek makin lebih baik. Ia memberi satu apartement pada kami berdua untuk ditempati.
Mengenai Ferdi, saya memanglah melindungi jarak dengannnya. Ia yaitu lelaki yang popular. Demikian beberapa wanita yang mendekatinya serta itu membuatku muak! Mengapa saya senantiasa berlaku dingin padanya? Itu lantaran saya bukanlah gadis-gadis bodoh seperti mereka.
Bila kalian ajukan pertanyaan apakah saya menyukai Ferdi, saya tidak paham. Namun yang pasti saya menyenanginya. Mungkin saja sangat suka pada sampai ia senantiasa datang dalam mimpiku serta jadi fantasiku. Jadi ciri-ciri di tiap-tiap tokoh yang kutulis.
Ya, saya sukai menulis di situs (blog) pribadiku. Mungkin saja dengan begini saya dapat menghidupkannya walaupun dalam imajinasiku. Lantaran selalu jelas, rumah tangga yang kujalani sekarang ini begitu merasa hambar. Mungkin saja satu diantara penyebabnya itu saya, serta saya sangat egois untuk melakukan tindakan lebih dahulu.
Hari ini saya bangun lebih pagi. Seperti umum, kubuatkan sarapan untuk Ferdi. Sesudah usai masak, saya pergi ke kamarnya. Ini rutinitas buruknya. Ia tak dapat bangun pagi serta mengharuskanku untuk bangunkannya.
Ah, ada yang lupa. Sampai kini saya serta dia tidur di kamar yang terpisah. Ini hasratku. Entahlah mengapa saya senantiasa melindungi jarak dengannya, mungkin saja saya terasa tak layak untuk dia.
Kubuka gorden kamarnya lalu menghampirinya. Sebentar saya terdiam menatapnya. Bila kau ajukan pertanyaan siapa orang paling tampan didunia ini, jadi dengan tentu saya bakal menjawab itu suamiku.
“Fer, bangunlah!! ” saya menggoyang-goyang badannya pelan, “Ferdi, ”
Lelaki itu tak bergerak sekalipun. Ok, ini tak umumnya. “Ferdi!! ” kuguncang dengan keras badannya. Tak ada reaksi.
Saya mulai cemas. Kusibak selimutnya, “Fer, bangunlah, ” kutepuk-tepuk pipinya, “Fer… uwaaaa…” saya menjerit kaget waktu sepasang tangan kekar menarikku sampai jatuh di atasnya lalu berguling sampai saat ini ia menghimpitku.
“Fer, apa yang kau kerjakan?! ” teriakku, namun lelaki itu tak menjawab serta jadi membenamkan berwajah kedalam leherku. Jantungku merasa berhenti berdetak. Tuhanku… apa yang berlangsung? Namun lalu ia membebaskanku dengan berguling ke samping. Ia menggeliat pelan sembari menguap lebar-lebar.
“Kenapa kau ada di sini? ” tanyanya bingung waktu melihatku ada di sampingnya.
Saya bangun sembari mendengus pelan, “Sarapanmu telah kusiapkan, ” ucapku datar, lalu keluar dari kamarnya. Saya kembali pada kamarku serta masuk kedalam kamar mandi. Astaga, mengapa jantung ini berdebar demikian keras?!
Sesudah mandi, saya makan berbarengan dengannya. Hal semacam ini begitu tidak sering kami kerjakan. Umumnya saya lebih dahulu pergi ke universitas bila ada kuliah pagi.
“Apa itu? ” tanyanya sembari memandang sayuran yang kumakan.
Saya menatapnya heran. Tak umumnya ia bicara waktu makan. “Kau ingin? ” tanyaku sangsi.
Ferdi memajukan badannya sembari buka mulutnya, sinyal menginginkan saya menyuapinya. Ada apa dengannya hari ini?
Dengan sangsi saya menyuapkan sayur itu kedalam mulutnya. Ia kunyah pelan lalu tersenyum, “Terima kasih, ” tuturnya pelan.
Serta saya, cuma dapat terpaku memandangnya.
Sialan, fikiranku betul-betul tak dapat konsentrasi. Tingkahnya hari ini begitu aneh. Sampai kuliahku usai saya masihlah selalu pikirkannya. Ada apa dengannya hari ini? Atau ada apa denganku?
Saya masuk kedalam apartement serta memandangnya tengah asik main psp. Kelihatannya ia tak ada kelas hari ini. Oh ya, terkecuali jadi mahasiswa, Ferdi juga bekerja sambilan sebagai penulis lagu. Serta kuakui suaranya betul-betul memabukkan.
“Sudah pulang? ” tanyanya.
Saya mengernyitkan keningku. Tak umumnya dia ajukan pertanyaan seperti ini. “Ya, ” jawabku pelan.
“Aku lapar, dapat membikinkan makanan untukku? ” tanyanya lagi.
“Tunggu sebentar, ” sahutku.
Saya menukar bajuku lalu membuatkannya mie, kemudian saya masuk kedalam kamarku. Kubuka laptopku serta mengecheck blogku. Saya mengernyitkan kening waktu merasakan satu tulisan yang kubuat begitu serupa dengan yang dikerjakannya hari ini. Ini mustahil terjadi… saya menepis bayangannya serta mulai masuk kedalam imaginasiku di mana dia cuma jadi milikku seseorang.
Tak tahu berapakah lama saya menulis, badan ini merasa pegal. Kurenggangkan badanku sembari melirik jam. Jam delapan. Nyatanya telah malam.
Kudengar pintu kamarku terbuka, saya tahu itu dia, “Ada apa? ” tanyaku tanpa ada melihat ke arahnya.
“Apa kau tengah menulis? ” ia ajukan pertanyaan.
Saya terdiam sebentar, bagaimana dia dapat tahu bila saya sukai menulis?
“Kenapa? Kau heran saya mengetahuinya… citraciki? ”
Kesempatan ini saya segera melihat ke arahnya. Bagaimana dapat dia paham nama Id-ku di situs (blog)?! “k-kau… tahu? ” tanyaku bingung.
Dia tersenyum sembari jalan lambat menghampiriku, membuatku gugup.
“Aku tidak paham bila saya senantiasa jadi fantasimu, nona Citra Kirana… apa kau demikian menginginkanku? ”
Saya membeku mendengarnya, “Kau tak sukai? ”
“Ya, saya begitu tak sukai! Kenapa kau demikian dingin di hadapanku, sedang senantiasa berimajinasi bersamaku di tulisanmu? ”
Aku hanya menelan ludahku. Apa yang harus aku jawab?
“Bagaimana dengan tingkahku tadi? Apa sudah mirip dengan skenario yang kau tulis?”
Aku terheyak mendengarnya. Jadi dia memang sengaja?! “Kau membaca tulisanku?” tanyaku tidak percaya.
Ferdi tersenyum berbahaya, “Ingatlah untuk memberi pasword pada laptopmu,”
”Well, thanks,”
“Hanya itu? setelah menjadikanku object fantasimu dan kau hanya bilang terima kasih?!” tanyanya sambil naik ke tempat tidur, mendekatiku.
“Lalu apa maumu?” tantangku.
Dia mendorongku dengan kasar hingga aku jatuh ke tempat tidur, menyingkirkan laptopku kemudian duduk di atas pahaku. “Sekarang, aku ingin kau mengikuti skenario yang kubuat,” ucapnya sambil mendekat ke wajahku hingga kini ia menghimpit tubuhku.
“Dan ini sekenarioku,” bisiknya pelan, membuat tubuhku menegang mendengarnya. “Bagaimana menurutmu? Kau takut?”
“Tidak!” jawabku tegas sambil menatap matanya.
“Benarkah?” ia tersenyum setan.
“Aku punya status, Fer. Statusku adalah istrimu, jadi aku tidak takut dengan apa yang kau lakukan!”
“Itu bagus, jadi aku bisa dengan lancar membuat skenario ini denganmu,”
Aku memalingkah wajahku ke samping. Aku benci melihat tatapannya yang bisa membuatku luluh seketika. Sepertinya ia bisa mendengar jantungku yang menghentak keras. Kesalahan pertama! Itu malah membuatnya leluasa untuk mengecup leherku.
Ada rasa aneh yang menjalar ketika bibirnya menyentuh kulit leherku. Membuat syaraf-syaraf di tubuhku lumpuh. Kugigit bibir bawahku. Tanganku mencengkeram kaos di pinggir pinggangnya.
Ferdi menggigit kulit leherku lembut kemudian menghisapnya kuat, membuatku menutup mata erat-erat. Decakan-decakan bibirnya yang menjelajahi leherku terdengar begitu menggairahkan. “Mmmhhh… Hhhh…” desahnya begitu merdu terdengar di telingaku membuat perutku seperti diaduk-aduk.
Bibirnya bergerak pelan ke tengah leherku membuatku mendongak, memudahkannya untuk menyusurinya. Detak jantungku mulai tidak beraturan. Nafasku mulai tersegal. Bibir Ferdi terus merambat ke sisi lain leherku dan semakin naik ke atas, ia menggigit lembut telingaku. Terpaan nafasnya yang hangat, nyaris membuatku hilang kendali.
“Jangan ditahan…” bisiknya sepelan angin. “Ayo kita bernyanyi bersama, dan saling menulis skenario di atas tubuh ini,”
“Oooohh…” pertahananku hancur saat tangannya meremas dadaku lembut. Rasanya ada ribuan kupu-kupu yang terbang di dalam perutku. Aku menggeliat pelan dalam dekapannya. Ia masih terus meremas dada kiriku sementara bibirnya masih menyusuri leher bagian belakang telinga kananku.
”Nngghhh…” desahnya lembut disela-sela bunyi decakan dari kecupannya.
Tiba-tiba saja ia bangun sambil menarikku. Kini kami berdua dalam posisi duduk dengan dia duduk di pahaku. Dilepasnya kaos longgar yang kupakai, kemudian tangannya bergerak ke belakang bersama dengan bibirnya yang mengecupi setiap inci bahuku.
“Nngghh… hhhh…” desahku pelan. Bibirnya merambat ke tengkukku dan berhenti di satu titik, membuat cupang disana. Kuhirup aroma tubuhnya yang lembut. Kukecup lehernya pelan. ia mendesah semakin keras. Lalu kugigit dengan lembut.
“Aaaaarrrrggh…” erangnya tertahan. Tangannya bergerak membuka kait braku kemudian membuang benda itu entah kemana. Dan dengan cepat ia melepaskan kaosnya sendiri kemudian mendorongku untuk kembali tidur.
ia mencium keningku lembut. Mataku, pipiku, hidungku kemudian bibirku. Ciuman pertamaku… ditekannya lembut bibirku. Aku merasa jantungku sudah berhenti saat merasakan lidahnya menjilati bibirku, membasahinya. Ia melumat lembut sambil menekannya semakin dalam, membuatku tergoda untuk membalasnya.
“Mmmhh…” desahan-desahan kami terdengar kontras bersama decakan-decakan bibir kami yang memenuhi ruang kamarku itu.
Aku merasakan lidahnya mencari celah untuk masuk ke dalam mulutku. Kubuka mulutku, membiarkan lidahnya masuk untuk bertemu lidahku. Saling membelit dan bertukar air liur. Bibirnya terasa sangat manis dan lembut, membuatku ingin terus mengulumnya. Kuhisap lidahnya di mulutku dan ia menjerit tertahan. Sesekali ia memberi jeda untuk kami mengambil nafas selama dua detik.
Tanganku terangkat mengusap punggung telanjangnya yang basah oleh keringat. “Nnggh… Fer…” aku merasakan jari telunjuknya menari-nari diatas kedua buah dadaku. Seperti ular yang menyusuri permukaannya dengan tarian gemulainya. Kemudian diremasnya payudara sebelah kiriku lembut.
“Aaaahhh…” aku menggeliat dalam himpitan tubuhnya. Bibir Ferdi turun ke bawah mencium daguku… leherku… ia mengecupi belahan dadaku sebelum akhirnya ia menjilati puting dada kananku. Dikulumnya puting payudaraku dan dimainkannya dengan lidah di dalam mulutnya, sementara ia masih meremas payudara kananku dan memilin-milin putingnya. Memutarnya sambil menekan-nekannya lembut.
“Sssshhh…” perutku terasa diaduk-aduk semakin cepat. Bagian bawah pada tubuhku berkedut-kedut dengan cepat. Kakiku tidak bisa diam dan terus bergerak menggesek kakinya.
Ferdi menyedot putingku kuat-kuat kemudian menggigitnya dan mengunyahnya renggang-renggang, membuat buah dadaku itu mengeras. Kemudian ia berpindah ke sebelah kanan dan melakukan hal yang sama. Aku meremas rambutnya yang halus. Dalam imaginasiku-pun dia tidak seperti ini.
Tiba-tiba ia melepaskan hisapannya kemudian bangun dan melepaskan hotpansku beserta celananya sendiri. Aku memejamkan mataku tidak ingin melihat tubuh kami yang telanjang. Entahlah aku merasa sangat malu saat melihat ia menatap tubuh polosku.
Ia menindih tubuhku lagi, “Berbaliklah…” bisiknya pelan di telingaku.
Secara reflek otakku mengikuti bisikannya dan berbalik hingga kini aku tengkurap. Ia menyibak rambutku dan mengecupi tengkukku. “Nngghh… Fer… aah…” tanganku meremas seprei. Bibirnya masih membuat cupang saat tangannya menyusup ke depan dan memilin putingku lagi. “Aaasshh…” aku mendesis tertahan.
“Mmmmhh… hhh…” desah Ferdi terdengar jelas di telingaku, nafasnya yang berat seolah memancing nafsuku. Ia menggigiti daun telingaku dan mengecupi bahuku, punggungku.
Aku bisa merasakan miliknya yang ujungnya berlendir menari-nari di atas pantat bawahku. Menggeseknya pelan seirama gerakan tubuhnya. Puas ia mengecupi seluruh punggungku, tangannya menarikku untuk berbalik menghadapnya lagi. Ia melumat bibirku lagi. Mengemut atas dan bawah bergantian. “Nnghh…” aku mendesah merasakan penisnya yang kali ini menggesek-gesek pahaku. Kurenggangkan kakiku sedikit kemudian menjepit penisnya dengan kedua pahaku.
“Aaaaaarrrghhh…” ia melepaskan ciumannya dan mengerang hebat. Ferdi beranjak dari tubuhku kemudian menarikku untuk bangun. Ia bersandar di headboard ranjang dan meletakkan tanganku di penisnya, “Puaskan aku, Cik… hhh…”
Aku hanya diam. Tanganku gemetar, ini pertama kalinya aku melakukannya. Rupanya Ferdi tidak sabar. Ia menggenggam tanganku dan menuntunku untuk mengocok miliknya. Kuremas perlahan penisnya, “Aaaahhh… terus seperti itu…” desahnya sambil memejamkan mata.
Aku mengikuti gerakannya, kemudian ia melepaskan tangannya membiarkanku melakukannya sendiri. Penisnya terasa sangat keras, urat-urat syarafnya yang menegang terlihat jelas. Ada cairan bening yang keluar dari ujung penisnya yang berkerut karena terangsang. “Aaaahh… terus, sayang… aaah…” racaunya. “Yaah… seperti itu… hhhh…”
Tiba-tiba tangannya memegang kepalaku dan mendorongnya pada penisnya, memaksaku untuk menciumnya. Kuikuti sekenario yang diinginkannya. Kukecup ujung penisnya yang basah. Ia mendesah semakin keras.
Kujilati ujungnya, kemudian turun ke bawah. Kugelitiki kantung zakar-nya dengan lidahku kemudian kukulum dan kusedot kuat-kuat. “Aaaarrghh… Ciki sayang… ooohhh…” dapat kurasakan tubuhnya yang menegang. Tangannya meremas kuat rambutku.
Kukecupi permukaan penisnya dengan lembut kemudian kumasukkan ke dalam mulutku, kukulum naik turun dengan irama teratur. Kugelitiki lubang penisnya dengan lidah di dalam mulutku seperti yang dilakukannya pada putingku tadi. Kubelah lubang yang berkerut itu dan kumasukkan ujung lidahku.
“Cik… oooh… itu sangat nikmat… hhh…” rintihnya. Kuemut terus penisnya naik turun, kuhisap kuat-kuat. Kemudian aku merasa miliknya berdenyut kuat dan, “Aaaaaaarrrrgghhhhhh…” Ferdi melenguh bersama dengan cairan yang menyemprot keluar dari penisnya. Cairan putih kental yang langsung menerobos ke tenggorokanku, membuatku hampir tersedak.
Ia menarik tubuhku ke atas dan melumat bibirku, membersihkan cairannya yang tersisa di bibirku. Kali ini ciumannya begitu lembut, tidak menuntut. Kemudian ia berguling ke samping hingga aku yang berada dibawah kini. Ia melepaskan ciumannya dan meraih daguku, mengecupnya, kemudian terus turun ke bawah, ke arah leherku. Lalu ia mengecupi belahan dadaku sementara kedua tangannya memilin kedua putingku.
“Aaaahh… oooh… sssh…” aku meggeliat pelan. Ciumannya terus turun ke bawah. Ke perutku. Ia berhenti sejenak sambil membenamkan wajahnya di perutku. Nafas hangatnya terasa sangat nyaman. Kuusap lembut kepalanya, kemudian ia duduk sambil merenggangkan kakiku. Membuka pahaku. Teramat pelan, ia mengecup pahaku bagian bawah.
“Aaaahh… sshh…“ tubuhku menggelinjang merasakan bibirnya yang seperti keong, merayap menelusuri pahaku dan semakin jelas kemana bibirnya akan mengarah.
“Oooohh… Fer… aaah…” Kini bibirnya sampai di selangkanganku dan ia mulai menjilat dengan lidahnya. Jantungku bergemuruh, berdetak seakan-akan ingin meledak. Vaginaku berdenyut-denyut cepat merasakan sensasi jilatannya.
“Oooohh…” Ia menjilat daging vaginaku yang sudah membengkak. Kemudian membelah lipitannya dan menggelitik klitorisku. Dikecupinya kemudian disedotnya kuat-kuat.
“Aaaaakkh…” aku menggelinjang sambil mengalungkan kakiku pada lehernya. Menekan kepalanya semakin dalam ke miss V-ku.
“Mmmmhh…” lidahnya turun ke bawah, menyapu lubang vaginaku yang basah dan becek. “Aaaah… Ferdii… uuughh…” aku meremas rambutnya sambil menjepit kepalanya dengan pahaku. Lidahnya masih menari-nari di sekitar lubang vaginaku, kemudian teramat pelan lidah itu menyeruak, masuk ke dalam lubang vaginaku.
“Aaaakkh…” aku menjerit tertahan. Ia menyedot kuat lubang vaginaku dan menggelitiki bagian dalamnya dengan lidahnya yang menari dengan lincah.
“Aaah… aah… Fer… aah…” kurasakan sesuatu ingin meledak dari dalam tubuhku. “Aaaaaarrgh…” aku melenguh dan mengeluarkan cairan dari vaginaku. Miss V-ku berdenyut lambat dengan kuat. Apa ini? Kenapa rasanya sungguh teramat nikmat?
Ferdi masih menjilati miss V-ku, merasakan rasa dari cairanku yang keluar barusan saja. Lalu ia mengusap cairan itu dengan jarinya dan mengoleskannya di bibirku, memasukkan jarinya ke dalam mulutku. Kukulum jari tangannya seperti aku mengulum juniornya. Ia mendesah pelan kemudian menarik lagi jari tangannya dari mulutku, menggantinya dengan bibirnya. Kami berciuman lagi sambil bermain lidah. Kakiku masih memeluk lehernya dan dibawah sana, kurasakan ujung penisnya sedang menggesek-gesek permukaan miss V-ku.
“Aaah… mmhh…” decekan-decakan bibir kami terdengar begitu menggairahkan. Dan sekarang, bagiku, suara yang paling indah di dunia adalah suara desahannya.
“Aaaaakkh… hhmff…” aku menjerit tertahan saat merasakan penisnya menerobos masuk ke dalam lubang vaginaku. Ferdi lekas membungkam mulutku dengan ciumannya. Rasanya perih, seperti luka saat kau setelah jatuh.
“Hhhh… ngghhh…” aku meringis menahannya sambil menggigit bibir Ferdi.
“Aaaah…” Ferdi mendesah sambil berusaha memasukkan penisnya di bawah sana.
Air mataku mengalir tanpa kusadari. Rasanya penar-benar perih. Tanganku sampai menjambak keras rambutnya. Ferdi terus mendorong miliknya hingga masuk sepenuhnya ke dalam vaginaku. Rasanya penuh sesak dan perih. Ia melepaskan ciumannya dan menjilat bekas air mataku.
“Maafkan aku…” bisiknya di telingaku. Ia diam sebentar sambil merapikan rambutku yang berantakan di dahi. Kemudian perlahan, digerakkannya pinggulnya naik turun dengan teramat pelan.
“Uuuggh… aaah… Ferdii…” desahku sambil menggigit kulit lehernya. Sensasi yang ditimbulkannya benar-benar tidak bisa dinalar.
“Hmmhh… hhh… aah…” penisnya menggesek dengan tempo lambat. Rasa perih itu tertutupi dengan rasa baru yang ditimbulkannya, yang anehnya ternyata nikmat.
“Aaaahh… Fer… mmhh… teruskan…” racauku. Aku seperti hilang akal. Pikiranku menguap entah kemana. Yang kurasakan saat ini, kami telah menjadi satu, dan aku sudah menjadi istri yang sesungguhnya. Namun ini adalah sekenario yang dibuatnya. Entah aku harus merasa bahagia atau tidak, yang jelas, kugunakan waktu ini untuk menikmati saat-saat indah bersamanya.
“Oooouughh… aaah… Citra… oooh…”
Aku sangat suka mendengar desah suaranya. Kuusap peluh yang ada di dahinya dengan lembut. Ia mempercepat tempo gerakannya, membuatku menggelinjang. “Fer… aaah… aah… ngghh…”
Penisnya menggesek dinding vaginaku dan menghentak kuat di mulut rahimku, menyentuh G-spot ku. “Aaaah… ssshh… mmmh…” aku merintih.
“Hhhh… oooh… aaahh…” Ferdi ikut mendesis.
“L-lebih cepat, Fer… oooh… uuugh…”
Dihisapinya kulit leherku sementara ia semakin mempercepat gerakannya. “Aaaah… uummhh…” pinggulku bergoyang mengikuti gerakannya. Bunyi benturan alat kemaluan kami terdengar sangat menggairahkan.
“Aaaahhh… sayang… ooh…”
“Lebih dalam, Fer… ssssh… aaah… aaah…”
“Aaaakhh… Citra… ooh… ssshh…”
Ia memperdalam tusukannya dan mempercepat gerakannya. Ada yang ingin meledak sama seperti saat pertama tadi. Tapi ini lebih kuat. Ruangan terasa panas, padahal jendela kamar tidak pernah kututup. Tubuh kami sudah basah dan lengket oleh keringat juga cairan-cairan dan air liur dari kecupan-kecupan.
Tubuh Ferdi mengejang. Ia semakin kuat menghentak ke dalam vaginaku. Ujung penisnya membentur keras dinding rahimku. Vaginaku terasa semakin sesak karena batangnya yang semakin membengkak.
“Aaaah… uuumhh… aahh… sshhh…”
“Fer, ooh… aah… ahh… aah…”
“Aaaahh… aah… aaaaaaaaarrrgghh…” tepat dimana titik itu melebihi batas maksimum, seperti terjadi ledakan pada kami bersamaan dengan suara lenguhan kami.
Tubuh kami berdua mengejang. Vaginaku berdenyut begitu kuat saat melepaskan cairan orgasmeku. Begitu juga dengan Ferdi. Spermanya mengalir deras di dalam rahimku. Rasanya geli dan hangat sekali. Ia menyandarkan kepalanya di dada kiriku. Nafas kami naik turun. Kami diam sejenak untuk menikmati sisa-sisa orgasme yang masih melanda. Vaginaku masih terasa berdenyut-denyut pelan, memijit batang penisnya.
Tuhan… seindah inikah skenario yang dibuatnya untukku? Sampai kapan keindahan ini akan bertahan?
Ferdi menarik lepas penisnya kemudian tidur telentang di sebelahku. Aku menarik selimut dengan kakiku untuk menutupi tubuh kami. Kemudian memiringkan tubuh membelakanginya. Dengan nafas yang belum stabil dan denyutan di vagina yang belum berhenti, aku memejamkan mata.
Tiba-tiba kurasakan tangannya melingkari perutku, memelukku dari belakang dengan erat hingga punggungku menempel pada dadanya. “Terima kasih,” bisiknya lembut kemudian mengecup puncak kepalaku.
Aku mengerjapkan mataku pelan. Tubuhku terasa letih, juga perih di bagian vaginaku. Seketika aku tersentak bangun saat mengingat apa yang sudah terjadi. Tangan Ferdi yang memeluk perutku seketika jatuh, membuatnya bergerak pelan dalam tidurnya. Aku menarik selimut untuk menutupi bagian depan tubuhku yang masih terbuka.
“Sayang…” gumam Ferdi sambil meraba-raba tempat di sebelahnya. Ia membuka sedikit salah satu matanya. “Ada apa?” tanyanya dengan suara serak sambil mencoba meraih tubuhku, tapi ia belum sepenuhnya sadar hingga hanya menggapai-gapai selimut di dekat pinggangku.
“Skenariomu sudah selesai, Fer, sekarang pergilah,” ucapku dengan suara bergetar tanpa menoleh ke arahnya.
Hening… aku merasakan Ferdi bergerak dan tiba-tiba saja tangannya sudah melingkar di perutku. Ia menyandarkan dagunya di bahuku yang terbuka. Mengecup leherku lembut. “Belum selesai…” bisiknya pelan.
“Apa maksudmu?” aku bertanya.
“Aku ingin terus membuat skenario ini selamanya bersamamu… skenario hidup kita…”
“Denganku?” tanyaku ragu, apa dia tidak salah bicara?
“Iya, denganmu,” tegasnya. “Aku ingin membuatnya denganmu, hanya denganmu, Citra… apa kau bersedia melakukannya bersamaku? Memulai semuanya dari awal? Membuat skenario hidup kita berdua, saling melengkapi bagian-bagian yang kurang bersama-sama,”
“Apa ini kontrak kerja untukku?” tanyaku masih curiga.
“Ya… kontrak seumur hidup.” bisiknya pelan sambil menghembuskan nafasnya yang hangat ke batang leherku. “dan syarat-syaratnya, kau harus menjadi milikku, harus mencintaiku, harus menyayangiku, harus menerimaku sebagai suami seutuhnya dan tidak boleh menatap laki-laki lain. Juga sebaliknya, aku harus mencintaimu, menjagamu, bersumpah tidak akan pernah menyakitimu, dan tidak akan ada gadis lain selain dirimu,”
“Bukankah itu kedengarannya seperti terpaksa?!”
“Memang, tapi aku senang melakukannya, Cik. Aku mencintaimu…”
“Jadi… kau sudah mulai mencintaiku?”
“Bukan, aku sudah mencintaimu dari dulu… sejak kau pertama masuk ke rumahku, kau juga telah masuk ke dalam hidupku… ke hatiku.”
Aku menoleh ke belakang dengan terperangah. Ia tersenyum lembut. “Bagaimana bisa?” tanyaku tak percaya.
“Saat itu, aku masih mempelajari skenario yang kau buat,” jawabnya.
Aku memeluknya erat, “Ferdi sayang… ayo kita rancang skenario hidup kita bersama-sama…”
Dia membelai kepalaku lembut, “As your wish, honey. I love you…“
“Aku juga, Fer… I love you too.” bisikku pelan.
Dia mengecup kulit leherku pelan. Reflek aku mendesah, dan ia semakin liar mengecupi leher dan bahuku. “Ayo kita mandi,” bisiknya sambil mengangkat tubuhku, membawaku ke kamar mandi.
Ferdi baru saja pulang dari kampus dan melihat keadaan apartemen yang sedang kosong. Perutnya terasa lapar. Diketuknya pintu kamar Citra. Tidak ada jawaban. Perlahan dibukanya, tidak terkunci. Ia masuk dan melihat kamar itu kosong. Sebuah laptop yang menyala menarik minatnya.
Dihampirinya benda itu kemudian dilihat isinya. Ia terdiam saat melihat blog pribadi Citra Kirana. Tangannya bergerak-gerak di atas keyboard dan ia menemukan sebuah file yang berisi tulisan-tulisan tangan sang istri. Ia terdiam sejenak kemudian mengambil sebuah flashdisk dari dalam ranselnya dan mengopy semua isi folder itu. Kemudian ia keluar dari kamar Citra dan menunggu gadis itu pulang.
Setiap malam dibacanya tulisan-tulisan tangan Citra itu dengan diam. Hingga pada akhirnya, ia memutuskan untuk memulainya lebih dulu. Karena ia yakin, Citra Kirana juga mencintainya.
Ferdi pertama kali mengenal gadis itu saat ibunya membawa Citra untuk tinggal bersamanya. Ia memang gadis yang tertutup dan sedikit dingin pada Ferdi. Tapi justru malah itu yang membuat Ferdi tertarik kepadanya. Gadis itu berbeda… Ferdi ingin melihat bagaimana ekspresi Citra karena selama ini hanya wajah datar gadis itu yang dilihatnya.
Banyak hal yang dilakukannya. Mulai dari menggandeng banyak gadis, bergonta-ganti pacar, hanya sekedar untuk melihat bagaimana reaksi Citra. Namun nihil. Hingga pada akhirnya ia meminta bantuan sang kakek. Dan sang kakek sangat mendukungnya. Tidak hanya membuat Citra menjadi pacarnya, kakek malah langsung meminta Citra untuk menikah dengan Ferdi.
Melihat ekspresi Citra, Ferdi berpura-pura sangat terpaksa dengan pernikahan itu. karena ia tidak ingin Citra membencinya. Jika Citra tahu Ferdi yang memintanya, ia tidak akan pernah mau. Setengah tahun mereka menjadi pasangan suami istri namun gadis itu tetap menjaga jarak darinya. Hingga akhirnya Ferdi menemukan apa yang sebenarnya ada dalam fantasi Citra. Dan hal itu yang membuatnya berani melakukan interaksi lebih dulu. Citra Kirana kini benar-benar menjadi miliknya…
Halo Bos! Selamat Datang di ArenaDomino.com
BalasHapusArenadomino Situs Judi online terpercaya | Dominoqq | Poker online
Daftar Arenadomino, Link Alternatif Arenadomino Agen Poker dan Domino Judi Online Terpercaya Di Asia
Daftar Dan Mainkan Sekarang Juga 1 ID Untuk Semua Game
ArenaDomino Merupakan Salah Satu Situs Terbesar Yang Menyediakan 9 Permainan Judi Online Seperti Domino Online Poker Indonesia,AduQQ & Masih Banyak Lain nya,Disini Anda Akan Nyaman Bermain :)
Game Terbaru : Perang Baccarat !!!
Kini Hadir Deposit via Pulsa Telkomsel / XL ( Online 24 Jam )
Min. DEPO & WD Rp 20.000,-
Wa :+855964967353
Line : arena_01
WeChat : arenadomino
Yahoo! : arenadomino
INFO PENTING !!!
Untuk Kenyamanan Deposit, SANGAT DISARANKAN Untuk Melihat Kembali Rekening Kami Yang Aktif Sebelum Melakukan DEPOSIT di Menu SETOR DANA.