Now you can Subscribe using RSS

Submit your Email

Selasa, 09 Agustus 2016

Cerita Seks Kisah Nyata Kenangan Ngentot Waktu EBTANAS

Unknown

Kisahku Ngentot Wakta EBTANAS

                                                                Gambar Cerita Seks

Kisahku Ngentot Wakta EBTANAS

Pertama-tama saya ingin mengenalkan diri dahulu. Namaku “Eot” (nama panggilan dari orang-tua serta kawan-kawan). Saya saat ini berusia 24 th. serta telah bekerja di satu diantara perusahaan konsultan swasta di Jakarta. 

Cerita ini adalah cerita fakta yang betul-betul berlangsung satu tahun lebih waktu lalu (kurang lebih bln. Juli th. 1989), waktu itu saya baru duduk di kelas 1 SMA di SMA Negeri ‘XXX’ di kota Bandung. 

Ketika itu saya miliki seseorang pacar yang telah kupacari sepanjang lebih kurang 1 th. 2 bln., saya serta dia memanglah telah pacaran sejak di bangku SMP (ketika itu saya serta dia keduanya sama di SMP negeri-Bandung). Pacarku yaitu adik kelasku ketika itu. 

“Poppy”, ya Poppy yaitu pacar pertamaku ketika itu, Poppy adalah anak bungsu dari 5 bersaudara, kakaknya semuanya cowok. Poppy tinggal pada suatu keluarga yang serba berkecukupan, orang tuanya termasuk juga satu diantara orang terpandang di kota Bandung waktu itu. 

Poppy mempunyai muka yang menurutku begitu imut-imut, dengan potongan body yang relatif kecil (163 cm, 45 kg), kulit putih seperti kapas tanpa ada cacat sedikitpun. Ditambah dengan penampilannya yang cuek namun rapi, sudah pasti dia membuatku makin jatuh cinta. 

Satu hal yang membuatku tergila-gila kepadanya yaitu matanya yang bulat dihiasi dengan hidung kecil mancung serta bibir kecilnya yang berwarna merah muda tanpa ada lipstik serta senantiasa basah itu. 

Saya serta dia berpacaran telah cukup lama, sepanjang berpacaran saya begitu menghormati dia, pertama lantaran saya begitu menyukai dia, diluar itu saya juga lihat kehadiran keluarganya. Saat jalan tak merasa 1 th. lebih saya berpacaran dengannya tidak ada permasalahan, bahkan juga saya serta keluarganya (bapak, ibu serta kakak-kakaknya) telah betul-betul di terima layaknya seperti anak sendiri, hal semacam ini membuatku makin meyakini bakal gadis pilihanku ini. 

Kurun waktu yang demikian lama aktivitas pacaran kami cuma sekitar pada nonton di bioskop maupun makan-makan di restoran, sepanjang itu saya belum pernah mencium bibir merahnya, maupun memeluknya meskipun pada intinya saya mempunyai keinginan untuk lakukan hal semacam itu, tetapi keinginan itu kalah oleh rasa cinta serta sayangku kepadanya, hingga saya tidak mau sedikitpun melukai hatinya. 

Paling-paling cium kening sebelumnya pulang apel yang senantiasa kulakukan kepadanya sepanjang kurun saat itu sebagai penghias cinta kami berdua. 

Singkat narasi, ketika saya duduk di kelas 1 SMA, di mana Poppy yang adik kelasku itu duduk di kelas 3 SMP bakal hadapi EBTANAS untuk masuk ke SMA, Saya yang telah betul-betul diakui oleh keluarganya, memperoleh perintah dari ke-2 orangtuanya untuk memberi tuntunan pada Poppy sepanjang masa EBTANAS itu. 

Saya yang beberapa terang begitu menyayanginya telah barang pasti akan tidak mengecewakan dianya terlebih ke-2 orang tuanya. Lantaran saya telah memperoleh mandat untuk memberi tuntunan sepanjang masa EBTANAS itu, jadi saya juga disarankan untuk bermalam di tempat tinggalnya sepanjang lebih kurang 2 malam. 

Pada awalnya saya sangsi untuk bermalam di tempat tinggalnya, lantaran memanglah saya belum pernah bermalam dirumah rekan cewek, terlebih dirumah cewekku sendiri seperti ini. 

Tetapi karena dorongan ke-2 orang-tua dan kakak-kakaknya yang selalu memaksa, pada akhirnya saya juga membulatkan tekad untuk bermalam sepanjang 2 malam dirumah kekasihku. 

Malam Senin (malam pertama saya bermalam). Saya datang ke tempat tinggalnya (kurang lebih pkl 18. 30 WIB) memakai sepeda motorku, sesampainya di tempat tinggalnya, saya memencet bel, selang beberapa saat Poppy nampak dengan berlari-lari kecil, 

“Eh, Kaka, kok jam segini baru dateng sih, Poppy telah nungguin dari tadi tau, tuturnya ingin dari siang”, tutur Poppy sembari membukakan pintu garasi tempat tinggalnya. (Oh iya saya lupa menerangkan pada pembaca kalau sepanjang berpacaran Poppy senantiasa memanggilku dengan panggilan “Kaka”). Saya juga membimbing sepeda motorku masuk dalam garasi tempat tinggalnya. 

“Ayo, Kak, buruan masuk, itu tasnya simpan saja di kamarnya Mas Dody”, tutur Poppy sembari menarik lenganku menuju kamar kakaknya (Mas Dody) yang kebetulan tengah pergi ke Pangandaran berbarengan beberapa rekannya. 

“N’tar dahulu dong Pop, saya kan belon ketemu Ibu serta Ayah, masa sich segera main masuk kamar saja, entar diduga tidak sopan lagi”, ujarku. 

“Oh, iya lupa”, tutur Poppy sembari tersenyum kecil serta mencubit lenganku, yang membuatku makin gemes kepingin mencium bibir mungilnya itu. Tidak sadar saya juga terbengong-bengong lihat muka imutnya sembari fikiranku memikirkan saya tengah mencium bibir sembari berpelukan dengannya. 

“Eh, kok jadi bengong bukannya masuk, hayo lagi mikirin siapa yaa? ” tutur Poppy. Saya juga tersentak kaget serta tersadar dari lamunanku. 

“Eh, tidak kok, ujarku sembari cepat-cepat buang fikiran kotorku, takut ketahuan lagi mikirin yang jorok-jorok. ”

Selang beberapa saat nampak Ibunya, 

“Eh, Nak Eot, kapan dateng kok tidak kedengeran”, tutur ibunya sembari mempersilakan saya masuk kedalam ruangan keluarganya. 

“Sudah, dari tadi bu”, sahutku pelan sembari jalan menuju kedalam. 

“Nanti, Nak Eot tidur saja di kamarnya Dody, kebetulan Dody tengah keluar kota jadi kamarnya kosong”, tutur ibunya. 

“Iya Bu”, sahutku. 

“Poppy, mari ajak masnya makan malem dahulu, sebelumnya belajar! ” tutur ibunya sembari mengajak kami ke ruangan makan untuk makan malam. 

“Kak, mari makan dahulu, kelak masuk angin lho”, ajak Poppy sembari membimbing tanganku menuju ruangan makan. Kami juga makan malam berbarengan bertiga. Nyatanya ayahnya tengah dinas keluar kota sedang kakak-kakaknya pergi semuanya keluar dengan argumen malas untuk mengajarkan adiknya yang tengah hadapi EBTANAS ini. 

“Untung ada Nak Eot, bila tidak dapat kritis nih, mana kakak-kakaknya Poppy pada ngabur lagi, wah maaf ya Nak Eot, jadi merepotkan nih”, tutur ibunya. 

“Oh, tidak apa-apa kok Bu, kan bila Poppy NEM-nya bagus, saya juga yang suka Bu”, balasku sembari melirik ke arah Poppy yang tersenyum-senyum manja. Sesudah makan malam, saya serta Poppy ditinggal oleh ibunya, masuk kedalam kamar. 

Saya juga mulai mengajari Poppy di ruang computer, malam itu Poppy memakai pakaian kaos tidak tebal berwarna putih, dipadukan dengan rok mini corak kotak-kotak merah-hitam hingga terlihat kontras sekali di kulit pahanya yang putih bersih. 

Sepanjang mengajarinya mataku terkadang terpaku pada pahanya yang putih mulus, menginginkan rasa-rasanya saya mengelusnya, rasakan kehangatan pahanya, tetapi apakah hal semacam itu mungkin saja, sedang sampai kini saya belum pernah lakukan hal itu. 

Tidak merasa saya jadi terangsang, serta kemaluanku juga jadi tegang, tetapi sebelumnya jadi makin kronis selekasnya kubuang fikiran itu jauh-jauh. 

Masalah untuk masalah ditangani, saat juga tak merasa telah tunjukkan jam 22. 30 (1/2 sebelas malam). artseks. com 

“Kak, telah dahulu ah, istirahat dahulu sebentar, Poppy kan capek”, tutur Poppy sembari menggelendot manja. 

“Eh, Poppy masak sih baru sebentar saja telah lelah, kelak NEM-nya buruk lho”, sahutku. 

“Ya, namun kan bila telah lelah dipaksain selalu belajar juga jadi tidak bagus”, jawab Poppy. 

“Dasar anda pinter ngomong, ya telah bila gitu kukasih anda 1 masalah lagi, kelak bila dapat ngerjain serta jawabannya benar, anda saya kasih hadiah serta bisa istirahat”, ujarku lagi. 

“Asyiiikkk…, benar ya, namun hadiahnya apa? ” bertanya Poppy padaku. 

“Ya, telah saat ini kerjain saja dahulu kelak hadiahnya surprise”, jawabku. Poppy juga kerjakan masalah, sesaat saya bingung pikirkan hadiah apa yang akan diberikan kepadanya sedang semula saya cuma iseng saja, serta betul-betul tak mempunyai suatu hal yang bakal diberikan kepadanya. 

Pada akhirnya selang beberapa saat Poppy juga merampungkan masalah, kuperiksa serta nyatanya jawabannya tak ada yang salah. 

“Gimana Pak Guru, apa jawabannya benar”, bertanya Poppy, 

“Aku juga menganggukkan kepalaku sembari tersenyum kepadanya. 

“Nah, saat ini mana janjinya, tuturnya ingin ngasih hadiah”, bertanya Poppy. 

“Oh iya ya, naah saat ini pejamkan dahulu mata anda baru kelak saya kasih hadiahnya”, ujarku pelan. Poppy juga menurut memejamkan ke-2 iris matanya. 

“Sudah belum”, tutur Poppy menekanku. 

“Sebentar, dahulu dong”, jawabku. Saya juga memandangi muka imutnya, bibir mungilnya, hidung mancungnya, semuanya merasa begitu indah malam itu, saya juga memanglah telah punya niat untuk membulatkan tekad bakal memberi suatu hal yang belum pernah kuberikan kepadanya malam ini. 

Saya juga mendekatkan wajahku kepadanya, pelan-pelan kudekati bibir mungilnya, dengan perasaan dag-dig-dug tidak menentu pada akhirnya kuberanikan diriku serta ke-2 bibir kami juga bersentuhan, bibirnya merasa begitu lembut serta hangat. 

Saya takut dia bakal geram atau menganggapku kurang ajar. Tidak lama kemudian dia buka ke-2 matanya, kupandang berwajah takut-takut, selang beberapa saat ia juga tersenyum padaku, 

“Ma kasih ya Kak”, katanya sembari tersenyum manja, manis sekali. Menginginkan rasa-rasanya saya berteriak lantaran girang, nyatanya dapat pula saya rasakan bibirnya meskipun cuma dalam waktu relatif cepat, batinku dalam hati.

“Sudah, ya hanya segitu saja hadiahnya Kak”, ujar Poppy lagi.

“Ya, kalau pengen hadiah lagi juga nggak apa-apa”, harapku ragu-ragu.

Tak disangka Poppy pun memelukku sambil mencium bibirku, akhirnya kami pun saling berciuman sambil berpelukkan, nafsuku semakin tinggi setelah kedua buah dadanya menyentuh dadaku, terasa kenyal dan hangat, ingin rasanya aku memegangnya.

Kami terus berciuman, sementara tanganku sudah mulai berani mengelus-elus punggung, kemudian pelan-pelan turun ke arah pantat, gila benar… pantatnya empuk benar, sudah gitu hangat lagi, tapi aku tidak berani berlama-lama di area tersebut, aku pun kembali memindahkan tanganku di punggungnya, kembali mengelus-elus punggungnya sambil lidah kami berdua saling berpagutan di dalam, benar-benar malam spesial yang sangat indah, batinku dalam hati.

“Pop, apa Ibu sudah tidur, n’tar ketauan lagi”, kataku sambil melirik ke arah kamar sang Ibu,

“Nggak apa-apa kok, kalau Ibu biasanya jam sepuluh sudah tidur”, jawab Poppy menenangkanku. Jawaban Poppy benar-benar membuatku tenang, tapi juga membuat birahiku semakin memuncak, akhirnya kami pun kembali berciuman, aku pun memberanikan diri untuk memegang buah dadanya, mula-mula kuelus dari belakang, kemudian menjalar dari samping, terasa kenyal, ternyata bagian bawah buah dadanya sudah terpegang olehku, dia diam saja, sementara aku semakin lupa diri, dan akhirnya kuberanikan diri untuk memegang buah dadanya dari depan, ternyata dia diam saja bahkan kudengar nafasnya semakin tidak beraturan, rupanya dia terangsang juga, pikirku dalam hati.

“Pop, boleh nggak tangan kakak masuk ke dalam?” tanyaku takut-takut, Poppy pun mengangguk pelan malu-malu, akhirnya kumasukkan tanganku dari bawah baju kaosnya, pertama tersentuh kulit perutnya yang halus dan hangat, membuat pikiranku melayang kemana-mana, semakin ke atas akhirnya ketemu juga gunung kembar yang selama ini hanya bisa kubayangkan tanpa bisa kupegang.

Buah dada Poppy masih sangat kencang dan bulat, kuelus buah dadanya dari luar bra yang digunakannya, baru kemudian kuberanikan untuk menyusupkan jemariku ke dalam bra, halus dan hangat terasa jemari tanganku menyentuhnya, Poppy pun melenguh, nafasnya semakin tak beraturan ketika tanganku menyentuh buah dadanya bagian dalam.

Bra yang kurasakan sangat mengganggu tersebut akhirnya dengan jerih payah berhasil kubuka, (karena kebetulan kancing pengaitnya ada di depan, jadi mudah untuk menemukannya). Setelah terbuka, tanganku menjadi semakin leluasa menggerayangi kedua buah dada Poppy.

Kuelus-elus buah dada Poppy memutar keliling bagian luarnya, baru kemudian kutemukan pentil susunya yang masih sangat kecil mungil, dan kubayangkan pasti warnanya merah muda. Kupelintir-pelintir pentil susunya, membuat Poppy semakin menggelinjang

“aahh, kakk, Poppy… gelii… banget nih”, ujar Poppy, aku tak bisa menjawab, karena nafsu birahiku semakin memuncak, aku hanya dapat tersenyum sambil mengecup keningnya.

Tanganku pun semakin berani bergerilya, sementara tangan kananku sibuk menggerayangi buah dada, maka tangan kiriku mulai berani untuk mengelus-elus paha putihnya, busyeet! teman-teman, pahanya halus banget, kuelus dari lutut, kemudian naik sedikit sampai kira-kira 20 cm dari lutut, kemudian turun lagi, ingin rasanya elusan tanganku ini kuteruskan ke atas, namun keberanian diriku belum penuh.

Bibir kami terus berpagutan, sambil terus berpelukan. Nafsu birahiku semakin bergejolak, ingin rasanya aku membuka kaos putihnya, sehingga aku dapat melihat sekaligus menciumi buah dadanya, namun kutakut kalau Poppy nantinya malah tersinggung mengingat hal ini baru pertama kali kami lakukan.

“Sudah diijinkan memegang sampai ke dalam saja sudah untung”, batinku dalam hati.

Aku sadar bahwa segala sesuatu itu harus melalui proses, demikian juga dengan “hal ini” walaupun permasalahannya berkisar hubungan antara 2 insan manusia yang berlainan jenis, namun kuyakin apabila dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, maka hasilnya pun akan lebih memuaskan.

Kuurungkan niatku, walaupun kemaluanku sudah semakin menegang, menuntut sesuatu yang lebih dari sekedar berciuman dan berpelukan, walaupun sudah dihiasi dengan elusan-elusan ringan ke arah 2 bukit kembarnya.

Sedang asyik-asyiknya kami berciuman, tiba-tiba kudengar suara derit pintu yang terbuka, aku dan Poppy tersentak kaget, Poppy pun membenahi rambutnya yang sedikit acak-acakan sekaligus memasang kait tali BH-nya yang sempat kubuka tadi.

“Siapa Pop?” bisikku padanya. Poppy menggelengkan kepalanya,

“Mungkin Ibu”, balasnya setengah berbisik. Kami pun langsung bergegas untuk kembali pada posisi semula. Aku mengambil buku sambil berusaha untuk mengatur jalan nafasku yang masih ngos-ngosan tak karuan.

“Waahh, sialan, lagi nikmat-enaknya, adaa saja gangguan”, batinku dalam hati.

Ternyata dugaan Poppy benar, Ibu keluar dari kamar, terbangun karena haus sekalian menengok anaknya yang sedang belajar.

“Waahh… rajinnya anakku, jam segini masih belajar juga”, ujar Ibu sambil membelai rambut Poppy.

“Gimana Nak Eot, apa Poppy sudah siap untuk ujian besok?” tanya Ibu padaku.

“Lumayan Bu, soal-soal yang kuberikan tadi hampir semuanya terjawab benar”, jawabku sambil melirik ke arah Poppy.

“Ya sudah, dilanjutkan belajarnya, Ibu mau bikin susu dulu buat kalian, biar nggak masuk angin”, sahut Ibu lagi.

“Nggak usah Bu, jadi ngerepotin saja nih”, kataku berbasa-basi.

Tidak lama kemudian Ibu kembali membawa 2 gelas susu coklat panas plus roti buat kita berdua.

“Makasih ya Bu”, ujarku pada Ibu, Ibu tersenyum kecil sambil mempersilakan kami untuk meminum susu buatannya.

“Poppy, kalau sudah beres lekas tidur, biar besok nggak kesiangan bangun, Ibu sudah ngantuk, mau tidur duluan.”

Kami pun kembali ditinggal berdua di ruang tersebut.

“Wah, hampiiirrr saja ketauan, untung pintunya kedengeran”, ujar Poppy sambil mengelus dada.

“Ya… yaa… yaa, kalau nggak bisa gawat nih, disuruh belajar PMP kok malah belajar ciuman”, sahutku sambil tertawa lega ibarat maling lolos yang lolos dari sergapan Satpam.

“Uu… uuuhh… dasar guru ngeres, bukannya ngasih ilmu buat besok kok malah ‘nyonyo’ susu batur” (mainin payudara orang—-> dalam bahasa Sunda)”, kata Poppy sambil mencibirkan bibirnya.

“Tapi… suka kan!” kataku sambil memeluk Poppy dari belakang.

“Naahh, sekarang mau lanjutin belajar PMP atau lanjutin belajar dokter-dokteran?” tanyaku pada Poppy.

Poppy tidak menjawab, ia melepaskan pelukanku dan berpindah untuk berbaring di sofa panjang yang kebetulan terdapat di pojok ruangan. Aku pun berjalan menghampirinya.

“Sakit apa Mbak?” tanyaku sambil pura-pura memegang keningnya bak seorang dokter yang menanyai pasiennya.

“Ini Dok, saya dari tadi sesak nafas, kalau nafas berat banget kayak ada sesuatu yang ngeganjel di mulut”, jawab Poppy sambil tersenyum manja ke arahku.

“O… ok, kalau begitu coba Mbak buka mulutnya”, sahutku lagi. Poppy pun kemudian membuka mulutnya, laganya seorang dokter, aku pun pura-pura mensenter mulutnya bagian dalam, terlihat barisan gigi putih rapih menghiasi bagian dalam bibir mungilnya.

Melihat posisi Poppy yang berbaring pasrah di sofa, timbul lagi hasratku untuk kembali melanjutkan permainan kami yang sempat terpotong tadi. artseks.com

“Waduuuhh… ini sih harus diberi nafas bantuan”, kataku lagi. Aku pun kembali mendekatkan bibirku pada bibirnya, kita pun segera berciuman kembali dengan gemasnya, lidahku dan lidahnya saling berkaitan, kadangkala lidahku digigitnya lembut, mungkin saking gemasnya.

Tanganku pun tidak mau tinggal diam, segera ikut bergerilya di sekitar permukaan buah dadanya. Walaupun masih tertutup baju dan BH, namun aku dapat merasakan bahwa puting susu Poppy sudah mulai mengeras pertanda bahwa ia mulai terangsang, hal itu juga tampak dari jalan nafasnya yang sangat tidak beraturan.

Kemaluanku sudah sangat menegang, nafsu birahiku kian memuncak, keringat mengucur deras, otakku sudah benar-benar dipenuhi oleh pikiran ngeres meminta sesuatu yang lebih. Aku pun berfikir keras agar dapat melihat buah dadanya, memegang dan mengelusnya langsung tanpa ada baju dan BH yang menghalangi.

Sesaat kuhentikan ciumanku di bibirnya. Kupandangi wajah imutnya sambil bertanya,

“Gimana Mbak, apa sudah baikan sesak nafasnya?”

“Belum Dok, malahan sekarang tambah parah, gimana dong dok?”

Aku pun pura-pura berfikir sambil mengerutkan dahiku.

“Ooo… Gitu”, kataku sambil mengangguk-anggukan kepalaku.

Aku mengambil sendok yang kebetulan ada di atas meja.

“Buat apa itu Dok?” tanya Poppy.

“Yaa.. buat periksa dong”, sahutku.

“Naahh… sekarang aku mau periksa detak jantung Mbak, tolong bajunya agak dikeataskan”, pintaku padanya takut-takut.

“Baik Pak Dokter”, jawab Poppy sambil mulai mengangkat kaos putihnya setengah badan. Tampaklah perut putihnya dan sebagian buah dada bagian bawah yang masih terbungkus BH warna putih gading.

Aku kaget setengah gembira melihat pemandangan tersebut, aku tidak menyangka kalau ternyata malam ini, malam EBTANAS aku dapat memegang sekaligus melihat buah dada Poppy, pacarku tercinta.

“Maaf ya Mbak”, sahutku sambil pura-pura memulai memeriksa pasiennya. Pertama-tama dengan menggunakan punggung sendok yang cembung, aku menekan lembut perut Poppy kemudian kugeser sedikit demi sedikit naik ke arah buah dada Poppy.

“Waahh… maaf nih Mbak, sepertinya BH-nya harus dikendorkan habis menghalangi jalannya pemeriksaan”, sahutku ragu-ragu. Tak disangka Poppy pun melepas tali BH-nya (kaitannya ada di depan sehingga sangat mudah untuk membukanya).

Dadaku bergemuruh keras, bagai akan meledak melihat pemandangan yang demikian menakjubkan, dimana di depan mataku sepasang buah dada indah, putih nan cantik belum pernah terjamah sedikitpun menantang, menanti belaian tangan-tangan kasarku.

Untuk pertama kalinya kumelihat langsung buah dada wanita seumur hidupku, buah dada yang berdiri tegak, bulat dihiasi dengan puting kecilnya yang menonjol berwarna coklat kemerahan. Untuk beberapa saat lamanya aku duduk tertegun, tak bergerak, diam membisu, pandanganku sedetikpun tidak terlepas dari 2 buah dada indah itu.

Seluruh tubuhku seakan lemas tak bertenaga, otakku berputar cepat, bingung memikirkan tindakan apa yang akan kulakukan selanjutnya.

“Kaak… kak, kok bengong sih”, tanya Poppy menyadarkan aku dari lamunanku.

“Buah dada kamu bagus sekali”, ujarku refleks. Poppy pun tersenyum malu sambil menutupi buah dadanya dengan kedua belah tangannya.

Kusibakkan dua tangannya dari gumpalan daging indah itu, dengan lembut kuelus buah dada itu dari bawah kemudian berputar ke atas mengelilingi puting susunya yang semakin menonjol itu. Poppy menggelinjang kegelian, tampak seluruh badannya bergoyang menahan rasa geli dan nikmat yang tak terkirakan itu.

Mungkin baru sekarang ini buah dadanya dipermainkan oleh seorang cowok. Nafasnya seakan-akan berhenti, terutama ketika jemariku perlahan mengelus dan memutar mempermainkan puting susunya.

“Kaak…., Poppy geliii… banget”, ujar Poppy sambil mendekap tanganku ke arah buah dadanya.

Kukecup keningnya untuk menenangkan hatinya, kucium bibir mungilnya, kemudian kuciumi leher indahnya, kutelusuri, kujilati lehernya sampai bersih.

Ciumanku perlahan beranjak turun ke bawah, kucium buah dadanya satu persatu, baru kemudian kutelusuri buah dada indah itu dari atas memutar ke bawah, hingga akhirnya sampai ke puting susunya yang sudah sangat keras itu.

Kujilat puting susunya perlahan, baru kemudian kuhisap-hisap bagai anak kecil menyusu ke ibunya. Poppy memejamkan kedua matanya, seluruh badan Poppy tampak mengejang terutama ketika lidahku mengenai puting susunya.

Nafsuku sudah tak tertahankan lagi, ingin rasanya aku menelanjanginya, dan kemudian menidurinya,

“Tapi itu mustahil”, batinku dalam hati. Sementara mulutku bermain di buah dadanya, tanganku tak mau kalah, mulai meraba-raba paha putih Poppy dari bawah bergerak perlahan ke atas, kusingkap rok mini yang dipakainya sedikit ke atas, paha indah itu semakin tampak jelas dihiasi bulu-bulu halus, tanganku terus bergerak ke atas hampir sampai ke pangkal pahanya, terasa semakin hangat dan halus.

Tiba-tiba tangan Poppy memegang tanganku yang tinggal beberapa centimeter saja mengenai kemaluannya.

“Ka…. ka…, nanti saja ya”, ujar Poppy.

“Disini nggak aman”, ujar Poppy lagi.

Aku pun menurunkan tanganku. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 01.30 malam. Di sini aku dihadapkan pada 2 pilihan, di satu sisi aku merasa bahwa kesempatan ini tidak boleh disia-siakan, namun di sisi lain aku merasa kasihan pada Poppy yang besok pagi harus mengikuti ujian EBTANAS. Akhirnya kuputuskan untuk mengakhiri permainan ini.

“Toh besok aku masih menginap di rumah ini, sudah barang tentu kesempatan pun akan lebih banyak”, pikirku dalam hati.

Akhirnya Poppy pun kusuruh untuk beristirahat, aku pun beranjak ke kamar Mas Doddy, namun sampai subuh aku tak dapat tidur, pikiranku terus melayang pada kejadian yang baru saja terjadi antara kami berdua,

“Besok aku harus mendapatkan yang lebih”, batinku dalam hati.

Unknown / Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Posting Komentar

Coprights @ 2016, Blogger Templates Designed By Templateism | Templatelib